Sabtu, 15 Februari 2003 Berita Utama
SURABAYA - Berdasar investigasi yang dilakukan Kantor Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan, di kawasan Tawau, Sabah, Malaysia, saat ini ada
pekerja ilegal yang berprofesi sebagai pelacur - kini sering disebut sebagai
pekerja seks komersial (PSK) - sekitar 5.000 orang. Mereka berasal dari
Jatim, Jateng, dan beberapa daerah lainnya di Pulau Jawa.
Kondisi mereka sangat mengenaskan. Mereka terkungkung dan "terpenjara" oleh
jaringan perdagangan manusia ilegal dan perlu kerja keras untuk
membebaskannya. Sebagian besar mereka berasal dari Jatim dan Jateng.
Kenyataan tersebut dikemukakan Deputi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Bidang Kualitas Hidup Perempuan Dr Ratna Cahya kepada wartawan di Surabaya,
kemarin.
Bagaimana jaringan pelacur ini bisa sampai Tawau, Sabah? Menurut Ratna, ada
dua jalur yang dilalui jaringan pelacur untuk mengambil wanita dari kedua
provinsi di Pulau Jawa itu untuk dipekerjakan dalam bisnis rumah bordir di
negeri jiran tersebut.
Pertama, dari Jatim biasanya mereka mempergunakan jalur Kota Surabaya,
Pare-Pare, Nunukan, Kaltim, langsung ke Tawau, Sabah. "Di sini biasanya
wanita-wanita itu tertipu anggota jaringan ini di Terminal Bungurasih
Surabaya," katanya.
Kedua, dari Jateng biasanya mempergunakan jalur Kota Semarang, Pontianak,
Serawak, lalu Tawau, Sabah. "Kedua jalur tersebut yang biasa dipergunakan
jaringan ini untuk menyelundupkan wanita ke Malaysia sebagai pelacur,"
jelasnya.
Jumlah pelacur asal Jatim, Jateng, dan daerah lainnya di Pulau Jawa di Tawau
Sabah, tambah Ratna, sekitar 5.000 orang. Pemerintah kini sedang merumuskan
langkah terobosan paling mungkin dan mudah untuk memulangkan mereka ke
kampung halamannya. Mengentas mereka dari jurang prostitusi di sana dan
mengembalikan para wanita malang ke kampung halamannya bukan perkara mudah.
Sebab, perdagangan manusia ilegal ini melibatkan jaringan sangat luas dan
kuat.
"Makanya kami mengawal langsung kepulangan 16 pelacur dari Tawau Sabah
melalui Nunukan Kaltim ke Surabaya. Kalau tidak, mereka bisa saja dibujuk
atau dipaksa kembali ke Malaysia sebagai pelacur oleh anggota jaringan
perdagangan manusia ini," ujar Kapolres Nunukan Kaltim AKBP Poedji Santoso
kepada wartawan di Surabaya, kemarin.
Dipulangkan
Memang, pada hari Kamis (13/2) 16 pelacur yang terdiri atas 14 orang asal
Jatim dan 2 orang dari Jateng, dipulangkan ke kampung halamannya melalui
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Mereka naik KM Kerinci dari Nunukan,
Katim.
Sebelumnya, ke-16 pelacur yang umurnya rata-rata belum menginjak 30 tahun
itu bekerja di beberapa tempat prostitusi di Tawau, Sabah, Malaysia.
Kepulangan mereka dikawal langsung Kapolres Nunukan AKBP Poedji Santoso.
"Ini perintah langsung Kapolda Kaltim (Irjen Pol E Winarto Hadi Wasito),"
jelas Poedji Santoso. "Kami rencanakan pekan depan ada 10 sampai 20 pelacur
kami pulangkan ke kampung halamannya dari Tawau, Sabah," kata Ratna.
Sementara itu, konsul Indonesia di Tawau, Sabah, Malaysia, mengaku sangat
kecewa atas sikap Polisi Diraja Malaysia (PDR) dalam menangani persoalan
ini. Sebab, kepolisian negeri jiran tersebut tak pernah merespons pengaduan
Pemerintah Indonesia berkaitan dengan perdagangan wanita untuk dijadikan
pelacur di wilayah tersebut.
"Kami sangat kecewa, karena pengaduan kami tak diindahkan," kata Drs Haji
Makdum Tahir MM, Konsul RI di Tawau, Sabah, Malaysia, kepada wartawan, di
Surabaya, kemarin.
Padahal, tambahnya, "Kami telah mengirimkan surat permohonan sebanyak 4 kali
kepada polisi Malaysia untuk merespons persoalan masalah ini. Tapi,
kenyataannya tak ada tanggapan sama sekali. Bahkan, ada kecenderungan bisnis
manusia ilegal ini makin merajalela."
Kini, katanya, ada sekitar 5.000 pelacur yang dipekerjakan di Tawau, Sabah,
Malaysia. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Mereka di bawah kungkungan
pemilik tempat prostitusi tersebut.
Saturday, February 15, 2003
Subscribe to:
Posts (Atom)